Penemuan Batu Giok Aceh 20 Ton yang Bikin Heboh
Bentrokan antar warga nyaris saja pecah di Gampong Krueng Isep, Kecamatan Beutong, Kabupaten Nagan Raya, Aceh. Informasi yang berhasil himpun, bentrok ini terjadi bermula ada dua kelompok masyarakat antara warga setempat dengan warga pendatang yang memperebutkan bongkahan giok super di tengah hutan sekitar aliran sungai.
Kericuhan terjadi di kawasan kaki Gunung Singgah Mata. Bahkan sempat terjadi kejar-kejaran antara warga setempat dengan warga pendatang. Kedua pihak menggunakan senjata tajam.
Adapun jarak tempuh menuju ke lokasi sekitar 15 kilometer dari jalan lintas provinsi Jeuram-Takengon. Untuk mencapai ke lokasi harus terlebih dahulu menyusuri hutan dan sungai.
Kapolres Nagan Raya, AKBP Agus Andrianto mengatakan, bentrok tersebut segera bisa diatasi oleh pihak kepolisian yang dibantu oleh pihak TNI setempat. Sehingga bentrok tidak sampai berlanjut.
"Sudah berhasil kita atasi dan batu giok yang disengketakan itu pun sudah kita amankan," kata AKBP Agus Andrianto, Sabtu (14/2).
Saat itu, jelasnya, personel kepolisian langsung diterjunkan ke lokasi untuk mencegah bentrok berlanjut. Polisi juga sudah meminta masyarakat menahan diri dan tidak melakukan aksi apapun.
Lalu mengapa warga nyaris bentrok? Dan bagaimana cerita penemuan bongkahan giok super yang disebut-sebut seberat 20 ton itu?
Kisah bermula dari seorang warga Pante Ara, Kecamatan Beutong Ateuh, Kabupaten Nagan Raya, bernama Usman (45). Usman inilah orang pertama yang menemukan bongkahan batu giok super besar di dalam semak-semak hutan lindung.
Menurut warga Pante Ara, Kamaruzzaman saat dihubungi merdeka.com, batu giok tersebut ditemukan sendiri oleh Usman saat sedang mencari batu mulia ini. Usman tak sengaja melihat bongkahan batu besar itu dan penasaran, Usman pun mendekati batu itu yang tertutup dengan daun-daun.
"Karena penasaran, Usman pun mengajak rekannya yang lain untuk memeriksa batu tersebut, setelah dibersihkan baru mereka kaget menemukan batu giok jenis idocrase diperkirakan 20 ton," tegas Kamaruzzaman, Selasa (17/2) via telepon genggamnya.
Menurutnya, diperkirakan bongkahan batu besar itu terdapat idocrase super, solar dan neon. Ketiga jenis batu ini memang paling digemari pecinta batu saat ini dan bernilai tinggi. Jenis solar saja bisa dijual paling murah Rp 1 juta.
"Usman itu memang sudah lama mencari batu, sudah setahun lalu, namun belum pernah menemukan giok yang bagus, baru kali ini dia mendapatkan giok super seberat 20 ton," terangnya.
Usman beserta rekannya mengurungkan niatnya mengambil giok tersebut, jelasnya. Selain berada dalam hutan lindung, pemerintah Nagan Raya telah mengeluarkan aturan tidak boleh menambang di hutan lindung dan dilarang membawa bongkahan giok berat di atas 10 kilogram.
Kendati demikian, pada siangnya, sejumlah warga desa tetangga mengajak Usman untuk membelah batu tersebut. Namun Usman selaku penemu pertama menolak rencana tersebut.
"Ada warga desa tetangga meminta giok itu dibelah, tetapi Usman menolak," jelasnya.
Kemudian pada malam harinya warga Desa Pante Ara mendapat informasi warga desa tetangga hendak mengambil batu giok super tersebut yang ditemukan oleh Usman. Sehingga menyulut emosi warga setempat dan langsung datang ke lokasi untuk mengamankan batu giok tersebut.
"Malam itu juga kami bergerak untuk menjaga agar tidak diambil oleh orang lain batu giok tersebut, sampai sekarang pihak kepolisian dan warga Desa Pante Ara masih berjaga-jaga di sekitar batu itu," tegasnya.
Untuk menuju ke lokasi ditemukannya giok seberat 20 ton tersebut harus terlebih dahulu menyusuri sungai sejauh 10 Km. Saat ini batu giok tersebut sudah dipasang garis polisi.
Sementara itu, Gabungan Pecinta Batu Alam Aceh (GaPBA) memperkirakan batu giok yang ditemukan oleh Usman itu memiliki berat sekitar 20 ton. Batu giok yang ditemukan itu diyakini berjenis idocrase super. Bila dalam batu tersebut terdapat 60 persen saja kandungan idocarse super, harganya bisa mencapai Rp 30 miliar.
"Bila 60 persen saja terdapat idocrase super kita perkirakan 30 miliar harganya, idocrase super yang sudah menjadi cincin saja bisa harganya mencapai Rp 20 juta hingga Rp 30 juta," kata ketua GaPBA, Nasrul Sufi, Selasa (17/2) di Banda Aceh.
Agar temuan Sumber Daya Alam (SDA) ini tidak menimbulkan konflik, Nasrul Sufi yang akrab disapa Tgk Abang memberikan solusi agar dibagikan batu giok idocrase super itu sama rata. Sehingga tidak menimbulkan konflik baru nantinya.
"Gampang cara selesaikannya, gampang saja caranya, yang menemukan diberikan, masyarakat diberikan dan jangan ribut-ribut, kalau begini pasti tidak ribut," harapnya.
Tgk Abang juga meminta kepada pemerintah tidak semua diambil oleh pihaknya. Karena giok yang diperkirakan idocrase itu memiliki hak-hak orang lainnya. "Karena kalau tidak ditemukan oleh masyarakat, pemerintah kan juga tidak tau," imbuhnya.
Kepala Dinas Pertambangan, Energi dan Sumber Daya Mineral (Distamben) Aceh, Said Ikhsan Tambe meminta pengolahan dan pemurnian batu giok harus dilakukan di Aceh. Kendati pun ada yang membawa keluar bongkahan batu giok Aceh, maka harus ada persetujuan dari Gubernur Aceh dan mendapatkan pengawasan yang ketat.
"Pengolahan dan pemurnian batu Aceh wajib di Aceh. Tidak boleh batu dikeluarkan dari Aceh," kata kepala Distamben Aceh, Sayed Ikhsan Tambe dalam pertemuan rapat kerja dengan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Selasa (17/2).
Rapat kerja ini membahas tentang rencana penetapan qanun atau regulasi menyangkut mekanisme pengambilan, pengolahan, dan penjualan batu alam jenis akik, giok dan sejenisnya di Aceh.
Said Ikhsan memaparkan bahwa potensi batu mulia di Aceh, baik jenis giok dan lainnya terdapat hampir diseluruh Aceh. Di bagian tengah hampir semua tempat terdapat batu mulai ini. Di wilayah Geurute, Aceh Jaya, Blang Bintang, Manggamat juga tersedia. "Sebetulnya ini sudah lama ada, tapi dulu belum ada nilai," paparnya.
Mengenai harga jual, Said Ikhsan mengatakan sampai saat ini masih menjadi kendala besar. Namun bila pemerintah berencana mengatur harga jual, maka yang harus diperhatikan adalah tingkat kekerasan batu, tingkat kesulitan untuk mendapatkannya dan kelangkaan batu itu sendiri.
"Semakin keras batu itu semakin mahal. Tingkat kekerasan dari satu sampai sepuluh. Mineral paling keras itu Intan dengan angka 10 mohs. Batu di atas angka delapan sampai sembilan mohs itu tentu lebih mahal lagi," sebutnya.
Sementara itu wacana pemerintah memberlakukan pajak pada batu giok ini, Kepala Museum Giok Aceh, Abu Usman mengatakan sebelum diberlakukan pajak, pemerintah harus terlebih dahulu membantu dan memberikan pendidikan kepada penambang dan pengrajin batu cincin.
"Sebelum dikenakan pajak, terlebih dahulu pemerintah memberikan pendidikan dan pemahaman bagi para penambang batu. Terutama tentang jenis-jenis batu yang boleh diambil dan tidak boleh diambil," jelas Abu Usman.
Abu Usman berharap pemerintah tidak hanya mengambil pajak, akan tetapi proses pemasarannya. Sehingga potensi batu mulia ini bisa menjadi sektor ekonomi alternatif masyarakat Aceh